- Advertisement -spot_img
Thursday, July 31, 2025
HomeDaerahSingo Barong, Jejak Budaya dari Dusun Jatian yang Kini Mendunia

Singo Barong, Jejak Budaya dari Dusun Jatian yang Kini Mendunia

- Advertisement -spot_img

BONDOWOSO – Dari sebuah dusun kecil di Desa Tapen, Kecamatan Tapen, Kabupaten Bondowoso, berdiri sebuah organisasi kesenian rakyat yang kini jadi kebanggaan warga. Organisasi Singo Barong yang berdiri sejak tahun 1985, tak hanya jadi ruang ekspresi seni bagi warga Dusun Jatian, tapi juga telah menjelma menjadi ikon budaya lokal yang diakui lintas daerah. Lalu, siapa sosok di balik gerakan ini? Mengapa didirikan, dan bagaimana awal kisahnya?

Adalah Bapak Mardiyanto yang dikenal dengan Bapak Mar, pria kelahiran 03 April 1967 di Dusun Jatian, yang menjadi motor penggerak berdirinya Singo Barong. Pada awalnya, niatnya sederhana: menghibur warga lewat pertunjukan barongan. Bersama sekelompok kecil warga, ia membentuk kelompok pecinta seni barongan sebagai sarana hiburan desa. Namun semangat pelestarian budaya yang tumbuh dalam komunitas ini kemudian membawa perubahan besar.

Tahun 1985, Bapak Mar dan kawan-kawan mulai melakukan penggalangan dana dari pertunjukan barongan keliling untuk membangun sebuah masjid di dusun mereka. Dari dusun ke dusun, desa ke desa, bahkan hingga antar-kecamatan di wilayah Bondowoso, kelompok ini menampilkan pertunjukan Singo Barong sebagai bentuk pengabdian sosial dan kebudayaan. Popularitasnya pun menanjak, bahkan sampai diundang tampil di beberapa Event luar kota.

Karena keterbatasan peralatan, awalnya semua atribut dan alat musik harus disewa dari Kecamatan Belimbing. Namun, semangat belajar Bapak Mar tak pernah padam. Ia belajar langsung membuat peralatan barongan dari temannya yang bernama Salam, yang juga seniman singo barong dari Belimbing. Sejak itu, pertunjukan penggalangan dana bisa dilakukan dengan alat sendiri, dan kesenian Singo Barong pun berkembang lebih mandiri.

Setelah pembangunan masjid “Al-Falah” rampung, komunitas ini resmi dibentuk sebagai organisasi kesenian dengan Bapak Mar sebagai ketuanya. Sejak itu, Singo Barong tumbuh menjadi wadah pelestarian budaya, dikenal lewat atraksi khasnya seperti “macan barong memakan anak kecil”. Dan barongan andalan mereka yang diberi nama “Leo”, sukses meraih berbagai penghargaan dan membawa nama Singo Barong dikenal hingga luar Bondowoso.

Puncaknya terjadi pada tahun 2006. Dinas Pariwisata Kabupaten Bondowoso yang terkesan dengan kiprah mereka, mengundang Singo Barong untuk tampil di bazar seni kabupaten. Tak hanya itu, pemerintah daerah juga meresmikan organisasi ini sebagai ikon budaya Dusun Jatian, lengkap dengan penetapan nama “Kampung Singo Barong” sebagai identitas kawasan.

Kini, Singo Barong bukan hanya cerita tentang barongan semata. Ia adalah simbol semangat kolektif warga, bukti bahwa dari desa terpencil pun bisa lahir warisan budaya yang menggema hingga ke luar daerah. Dan di balik itu semua, ada sosok sederhana bernama Bapak Mar, yang dengan ketekunan dan cinta budayanya, berhasil merawat denyut tradisi di tengah zaman yang terus bergerak maju.

Penulis : KKN UIN khas kelompok 21 tahun 2025

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Must Read
Related News
- Advertisement -spot_img
uluslararası nakliyat uluslararası evden eve nakliyat uluslararası nakliyat uluslararası evden eve nakliyat ev depolama ev eşyası depolama istanbul eşya depolama yurtdışı kargo uluslararası kargo firmaları uluslararası kargo taşımacılığı uluslararası ev taşıma uluslararası eşya taşımacılığı uluslararası ev taşıma uluslararası nakliyat uluslararası evden eve nakliyat
porn